Radikalisme Islam Ancaman Terberat Pemerintahan Jokowi-JK

Jakarta - Saat ini ancaman terbesar bangsa Indonesia bukan lagi berasal dari dalam negeri, yang muncul dari gerakan separatisme dengan tujuan memisahkan diri dari negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ancaman disintegrasi bangsa sekarang justru muncul dari dua arah, yaitu: Gerakan Radikalisme Islam yang muncul dari Timur Tengah, dan Gerakan Neo-Liberalisme yang muncul dari Barat.

Demikian disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Adnan Anwar di Jakarta, Kamis (30/10/2014).

Menurut Adnan, tantangan terberat yang amat nyata adalah gerakan radikalisme Islam karena memiliki akar kesejarahan yang kuat di Indonesia dan mendapatkan momentum dari kondisi sosial-politik lokal dan global.

"Kekuatan gerakan radikal Islam yang ada di Indonesia jelas tidak boleh dipandang sebelah mata. Gerakan radikal Islam ini terus melakukan rekruitmen anggota baru, diperkuat dengan jaringan yang rapi dan tersebar luas serta didukung dengan pendanaan yang kuat," ujarnya.

Oleh karena itu, menurut Adnan, pendeteksian, pencegahan, dan penanganan gerakan radikalisme Islam tidak bisa lagi menggunakan pendekatan-pendekatan keamanan konvensional (conventional security approaches) yang terbukti tidak cukup efektif karena tidak mampu menghancurkan gagasan fundamentalisme sampai ke akar-akarnya, sehingga gerakan radikal Islam masih terus dapat bermetamorfosisis.

"Kerukunan hidup berbangsa dan bernegara terus diganggu oleh kelompok-kelompok radikal Islam yang melakukan intimidasi, tindak kekerasan, serta pembatasan hak-hak asasi umat beragama lainnya," tambahnya.

Menyadari kondisi tersebut, pemerintahan Jokowi-JK diharapkan mampu mengkonsolidasikan segenap potensi bangsa dan negara untuk menangkal dan mengatasi ancaman Radikalisme Islam yang nyata dan amat berbahaya.

Oleh karena itu, Adnan Anwar mengimbau Presiden Joko Widodo di awal masa pemerintahannya perlu mengambil langkah-langkah strategis, antara lain dengan menyebarkan gagasan kebangsaan, khususnya di kalangan pemuda-pemuda Islam, agar tidak dapat diinfiltrasi oleh ideologi fundamentalisme Islam. Memprioritaskan pendekatan sosial-kultural dibandingkan pendekatan militeristik yang penuh dengan kekerasan. Mengoptimalkan fungsi dan peran Badan Intelijen Negara (BIN) dalam melakukan langkah-langkah pendeteksian dini, pencegahan, dan penanganan gerakan radikal Islam.

"Presiden Joko Widodo dapat mewujudkan langkah-langkah tersebut dengan menunjuk figur Kepala BIN Republik Indonesia yang seyogyanya berasal dari kalangan sipil, memiliki kapasitas, pengetahuan, dan pengalaman panjang dalam melakukan pendeteksian dini, pencegahan, dan penanganan gerakan terorisme dan radikalisme Islam di Indonesia," tutup Adnan.

(mpr/mpr)

Foto Video Terkait

This entry passed through the Full-Text RSS service - if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.

Mega Putra Ratya 31 Oct, 2014


-
Source: http://detik.feedsportal.com/c/33613/f/656083/s/3fff0eff/l/0Lnews0Bdetik0N0Cread0C20A140C10A0C30A0C23530A90C27349890C10A0Cradikalisme0Eislam0Eancaman0Eterberat0Epemerintahan0Ejokowi0Ejk/story01.htm
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com
LihatTutupKomentar